Jumat, 28 November 2008

Aku menyerah

Menyerah

101008
Kini aku sendiri dalam ruang pengap dua setengah kali dua setengah...
Terbasuh keringat karna kepanasan dalam kamar kost yang tak sempurna ventilasinya...aku hanya diam hirup aroma tak menentu ruangan dan bau tubuhku...
Aku bersimbah keterpurukan karna putus asa...putus asa seorang lone ranger.
Sungguh...aku bersimbah keringat meski tak terpanggang sinar mentari.
Sungguh...aku terdiam coba menikmatinya meski sebenarnya memasrahkan sgalanya.
Dalam perjalanan hidupku...saat inilah gempuran gelombang seismik luluh lantakkan semangatku.
Aku terbakar ruangan pengap, tersengat panasnya kota ini, dan terkulai gersangnya sendiri.




AKU MENYERAH........
Aku ingin mejadi petani saja di kampung...
Menyunting gadis desa yang paling jelita dan hidup damai bersamanya.....
Bersama indah alamnya dan bersama segar udaranya...
Aku menyerah....
Aku sudah lupa akan mimpi-mimpi itu...



Aku lelah...teramat lelah
Hingga puing-puing kegetiran begitu mengiris jiwa
Aku teramat pedih
Karna sgalanya membaur golakkan keruhnya penat
Aku putus asa...sungguh putus asa
Merasa tak mampu dalam keterbatasan fikirku.
Aku.......Menyerah......
Sungguh menyerah.

tentang aku....

Sekilas Biografi Ino
Jika kau ingin tahu aku...
Maka katakan kau tak membencinya, yakinkan kau tak tidak mempedulikannya.
Karna tak lain aku adalah dirinya.
Mungkin......,bisa juga benar.

Seperti biasanya manusia, aku mendambakan keindahan alam yang mulai mendidih ini.
Seperti layaknya manusia, aku bermimpi...,bermimpi bahagiakan mak dan bapakku, juga bahagiakan kau adalah khayalku, dan tentu saja bahagiakan dirinya dengan sgala kemampuanku. Batas manusia adalah mutlak, seperti tetapan einstein dalam rumusan postulatnya. Aku ingin lebih, tapi tak mungkin hancurkan keteraturan dari ketentuan Yang Maha Sgalanya.
Sudah cukup kau mengenalku..?sepertinya tidak.

Baiklah kini tirai itu kan ku buka, untuk yakinkan kau tahu akan ku. Aku berenang dalam rahim ibuku selama 9 bulan dan menghirup aroma bumi untuk pertama kalinya di suatu dusun, dusun yang indah menurutku. Bugel...itulah nampaknya nama dusun itu. Lebih lengkapnya, Dsn. Bugel Ds. Pringkasap Kec. Pabuaran Kab. Subang Jawa Barat. Yah, Subang-lah asalku, suatu kabupaten yang tak terlalu dipedulikan saudara senegaranya, bahkan sepropinsinya. Aku yakin kau tak tahu banyak tentangnya. Kabupaten di jawa barat ini tak banyak kelebihannya. Hanya hamparan sawah yang terlihat di bagian utara, dan hamparan kebun teh di bagian selatannya. Oh iya..., wisata air panas Ciater...namapaknya satu nama itu yang sedikit membuka pengetahuan mu tentang Subang. Tapi aku terlahir di tanah yang penuh hamparan sawah, yap, subang utara dengan hawa panas yang cukup membuatmu dahaga di siang hari. Kau tahu, itulah indahnya. Aku bermain dengan teman-teman yang invalid bahasanya selama 16 tahun dengan sepak bola sebagai menu utama. Kau tahu kawan, tiada hari minggu tanpa mengalahkan atau dikalahkan kampung tetangga. Yap, tentu saja dalam sepak bola.
SDN Pringkasap 2 dan SMPN 2 Pabuaran adalah kampus kebanggaanku selama 16 tahun itu. Bahkan tak jarang tawuran antar kampung terjadi sesama murid SMP. Bugel tak lain adalah dusun yang intens melakukan hal itu, kau tahu? Aku besar disana. Dengan kebanggaan yang keliru para siswa membawa sebilah.... kesekolah. Biar dikata jagoan nampaknya. Entahlah....tapi aku tetap cinta tanah kelahiranku.
Lulus dari SMP aku harus merantau untuk melanjutkan ke SMA. Nampaknya nasib tak berpihak padaku. Cita-cita ku sekolah di kota kembang raib karena kemalasan yang menempel di tubuh ini. NEM ku hancur, dan harus rela terbuang di Kecamatan paling tenggara Subang, karna SMA di Kota Subang pun tak sudi menerimaku untuk belajar tentang Hukum Newton itu. Ah malang sekali. SMA itu Baru 2 tahun terbentuk dengan lokasi di satu dusun yang masih asli dengan sawah-sawah dan kebun-kebun berbukit disekelilingnya. Ah...sungguh kontradiktif dengan khayalanku untuk sekolah di Bandung, suatu kota besar dengan segala hingar-bingarnya, dan tentunya dengan keidahan kembangnya. SMAN 1Tanjungsiang adalah namanya, yang selalu membuatku terhiris hati sekaligus bangga mengingatnya. Terhiris hati karna dialah saksi bisu sgala kenang terpedih dalam hidupku, dan bangga karna dialah SMA batu loncatanku untuk menggapai cita-citaku. SMA yang berkomitmen dengan cita-citanya untuk menjadi SMA yang diperhitungkan di kabupaten ini.Dengan keterbatasan sarana coba bersaing dengan SMA se kabupaten Subang. Bahkan kedisiplinan yang luar biasa aku temukan di SMA ini. Kau tahu, jika Kau tak pakai atribut walau hanya satu, kau harus bayar denda. Rp. 7.000.- untuk tidak pakai dasi. Aku adalah satu-satunya siswa terjauh asal Subang yang sekolah di sana. Aku harus merantau dari ujung utara ke ujung tenggara kabupaten ini. Karena mayoritas siswanya adalah warga sekitar, kalaupun ada dari luar, pasti memiliki saudara atau keluarga di sekitar SMA itu.
Aku bertahan hanya satu semester di SMA luar biasa ini, karna janji orang tuaku untuk mewujudkan cita-citaku jika aku dapat ranking di SMA ini. Aku menempati peringkat 3 di kelas yang membawaku tersenyum untuk menyongsong mimpi terpendam itu, mimpi menginjakkan kaki di Almamater SMAN Kota Bandung. SMAN 6 KOTA BANDUNG adalah kampus pilihanku. Bukan pilihanku tepatnya, tapi 6 adalah SMA yang sudi menerima siswa baru dari luar kota yang tidak meyakinkan seperti ku ini. Aku melangkah pertama di 6 dengan canggung karna sungguh aku terlihat seperti kusam diantara kiluan-kilauan siswa-siswi kota kembang yang rupawan. Mereka...ah, sungguh membuatku ciut, mengecil, lalu menjadi si buruk rupa. Kacamata yang mereka kenakan seakan meneguhkan intelektualitasnya sebagai anak kota dengan fasilitas yang seabreg. Aku semakin ciut ketika menghadapi pelajaran pertamaku bahasa inggris dengan kursi paling depan dan tak sepatah kata pun aku mengerti kalimat yang keluar dari guru itu. Sementara siswa lainnya begitu semangat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Ah, aku terseok-seok kawan...sungguh keteteran mengejar ketertinggalan.
Waktu akhirnya larutkan aku dalam lingkungan baruku meski agak lama untuk beradaptasi. Lalu hadirlah sosok yang ku kenal dan rela menjadi sahabatku dikelas baru ini. Rela kerepotan memperkenalkan kampus baruku dan sgala tentang kota ini. Namanya Ach, Lelaki yang kurus dan sepertinya baik hati. Pelan-pelan aku bisa berjalan tegak meski tetap saja tak setegak dulu. Lalu mulailah bersama Ach aku bergabung dengan kumpulan orang-orang aneh yang menamakan dirinya DRI. Sepertinya kumpulan orang-orang aneh itulah sahabat-sahabat terbaikku.
Dua setengah tahun aku menimba ilmu di 6. Banyak pula kenangan, suka dan duka yang aku lewati selama itu. Aku lulus dengan nilai yang memuaskan. Lalu mengikuti SPMB yang sayang sekali aku tak lulus. Akhirnya aku putuskan untuk menunggu kesempatan tahun depan dan mengikuti bimbingan belajar agar dapat lulus SPMB hingga tercapai cita-cita sesungguhnya, kuliah di institut berlambang ganesha, ITB. Selama bimbel aku masih saja tak ada perubahan, selalu kerepotan menjawab soal-soal TryOut yang diadakan setiap bulannya. Akhirnya aku putus asa, dan mencoba setiap ujian saringan masuk yang diadakan oleh Universitas Negeri. Tak semua sebenarnya, hanya sebagian. Salah satunya adalah UM-UGM. Aku berharap paling tidak, ada salah satu diantara USM-USM yang aku ikuti yang lulus. Lalu Subuh itu, ketika persiapan mengikuti UMB-UI, aku cek pengumuman UM-UGM lewat SMS. Dan.............................”Selamat anda lulus dan diterima di Geofisika UGM........”seperti itulah kurang lebih balasan SMS itu. Aku senang kawan, sungguh bahagia. Meski dengan susah payah aku bisa menjawab harapan kedua orang tuaku. Namun sayang, cita-cita sesungguhnya belum aku dapatkan, yaitu menjadi mahasiswa Institut teknologi Bandung. Aku tak lulus SNMPTN, jalan satu-satunya yang aku tempuh untuk bisa kuliah di ITB.
Yah, kau benar, kini aku masih kuliah di Geofisika UGM dan takkan lelah menggapai mimpi-mimpi itu...mimpi tuk kembali ke Kota Kembang.

Pesan untukmu kawan...’ bermimpilah, karena tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu’.(Arai)

Jumat, 21 November 2008

Hadirnya

Disaat dunia terasa maya...dirinya hadir bersama keindahannya....
sungguh indah bahkan sepertinya aku tak sanggup melawan kilaunya...
ah...menyejukan, sungguh menyejukkan.
Kau memang penghancur aral yang mengakar dalam akal...
aku inginkan nya..... tapi dapatkah aku....
membawanya tuk lewati indahnya warna alam bumi ini, bahkan hingga nanti.....
di surga yang penuh taman bunga...