Sabtu, 11 Juni 2011

Renungan untukku dan kawanku

Tahukah kawan...
Kita telah tersesat dalam gelagat pekat yang membuat mereka muak
Kau tahu ???!!!
Mereka seperti menghembuskan aroma penat karena tingkah kita
Lalu jeruji keraguan mendera setiap sendi-sendinya,
Dan mempertanyakan kelayakan kita

Ayolah......!
Sadari setiap desir darah dan nadi kita untuk kemenangan
Bukan keterpurukan karena terjebak kelalaian

Aku percaya...
Kau dan aku...
Bersama-sama kita pastikan bisa!!!
Bisa menaklukan buaian kemalasan yang tak henti mendera raga ini
Aku yakin kita mampu....
Mammpu menggebrak mereka yang slama ini meragukan kita!

Cobalah sejenak dongakkan kepalamu
Lalu nikmati setiap warna langit yang tak henti membiru
Dan resapi setiap siratan cahayanya dengan memejamkan mata
Dan yakinkan langit biru selalu mendukung kita
Langit luas selalu menyampaikan setiap harapan dan mimpi-mimpi kita
Kepada sang pencipta...
Kepada sang arsitektur alam semesta.

HARAPAN 2

Menjelang sore dia masih duduk di kursi itu. Layar leptop yang tampak hitam karena scren saver menandakan cukup lama tak ia sentuh. Lalu semburat keemasan yang semakin condong mengenai matanya yang menatap kosong. Dia terhenyak dan berkedip, lalu sedikit bangkit untuk menghindari cahaya matahari yang mengenai wajahnya. ”arghhhhh...” Daffa teriak pelan sambil mengangkat kedua tangannya seperti orang pemanasan sebelum olahraga. Suasana hatinya sedikit aneh. Semilir angin menerpa tubuhnya dari arah Hutan Kehutanan yang berada 20 meter di belakangnya. Pohon besar dengan daun berbentuk hati itu terbolak-balik daunnya mengikuti alunan arus angin hingga menciptakan gemeretak pelan lagu alam yang menenangkan. Sesekali suara kendaraan bermotor dari jalan Kaliurang di sebelah barat membuyarkan alunan lagu alam itu. Lalu Daffa melihat jam tangan silver yang dikenakannya. ”Dah jam 4 tha...” Sejenak Daffa memutarkan pandangannya setelah ia ’shut down’ notebooknya. Lalu ia tertarik untuk memperhatikan bangunan megah di depannya. Tiang bendera di tengah taman rumput dan pohon beringin besar beserta beberapa pohon cemara di taman sebelah timur dan barat di depan gedung ini menciptakan pemandangan cukup nyaman untuk lingkungan kampus. Terlintas di benaknya tentang bangunan yang diarsiteki oleh presiden pertama Republik Indonesia ini adalah sebagai tanda bukti sebagai ’Universitas perjuangan’ bangsa Indonesia. Satu kampus yang di bangun oleh bangsa sendiri, bukan peninggalan penjajah yang berdiri sejak jaman penjajahan Belanda dulu. Kampus yang berdiri empat tahun setelah Indonesia merdeka ini selalu menggembar-gemborkan dirinya sebagai ’Universitas Kerakyatan’ yang mengabdi kepada masyarakat kecil. Melihat fakta saat ini membuat Daffa tersenyum geli dengan pernyataan itu. Karena semuanya sangat berseberangan dengan kenyataan, ”Jauh api dari panggang”. Hah?? Itukan lirik lagu malaysia, UKS. ”Hahahaha.....” Daffa tertawa geli mengingat hal itu, ia tertawa sendiri membuat orang-orang disekitarnya menoleh padanya yang terkekeh sendirian tanpa sebab. ”kenapa tuh...?” tau stress kali” Orang-orang yang duduk di kursi dari tenda sebelah terdengar megomentarinya. Lalu Daffa merasa sangat malu, dan segera menghentikan tawanya. Samar terlihat seseorang dari balairung gedung Rektorat itu menuruni tangga menuju ke arahnya. ”woi...ngopo je ning kene?” Orang itu menyapa Daffa yang berdiri siap untuk pergi. ”Lha...kamu ngapain ke rektorat segala...? tumben...” Daffa balik bertanya pada orang itu yang ternyata Bayu teman sekelasnya di Geofisika. Jiaahhh..,ditanya kok malah balik nanya...,iki lho, jukut kertu KKN cung. Kowe wes ngambil po?”. ”Lha, urung iki...,nang ndi tha? Ayolah anter ngambil yuk...”. ”Welah.., mau di ejaki kok malah pergi..,yo wes, ayoo...”. ”iyo-iyo, lali aku mau...Yo wes yuk...”. Lalu keduanya menuju gedung Rektorat di depannya untuk mengambil kartu KKN Daffa.
Sampai di ruang tempat pengambilan kartu KKN, Daffa dan Bayu langsung masuk. Dan terlihat sudah ada mahasiswa lain sedang menunggu untuk mengambil kartu KKN. Tepatnya 2 orang mahasiswi berjilbab yang berdiri di depan dan membelakangi Daffa dan Bayu yang baru masuk. Tak terlihat Bapak petugas yang melayani kedua mahasiswi itu. ”Mau ambil kartu KKN juga mbak? Lha bapaknya kemana?” tanya Daffa pada salah satu mahasiswi itu. Lalu keduanya menoleh kearah Daffa. Dan......cesss (alah lebay...,hohoho), salah satu dari mereka adalah wajah gadis yang ia kenal. Wajah perempuan yang selalu membuat hatinya damai saat berpapasan di jalan itu. ”oh...iya mas, ini bapaknya lagi Solat, disuruh nunggu dulu.” Teman dari perempuan yang ia kenal menjawabnya. ”Oh gitu...” Lalu Daffa terdiam merasakan hatinya yang tercapur aduk tak merata, seperti bubur ayam yang teraduk hingga tak karuan antara potongan ayam, kerupuk, dan daun bawang yang tak bisa dibedakan dan tercampur dengan bumbunya. Namun terasa enak dan nikmat yang ia rasakan. Terbersit doa dihatinya agar bapak yang melayani pengambilan kartu ini tak pernah kembali, dan ia bisa berlama-lama dengan peremuan berjilbab ini. Hahaha...,sungguh hasrat yang aneh, pikirnya. ”masnya dari MIPA ya?” perempuan berwajah bersih itu bertanya pada Daffa. ”oh..,iya,kok tau? kenalin saya Daffa dari geofis...” Daffa menjawab agak gelagapan karena grogi sambil mengenalkan diri sambil menyodorkan tangan pada gadis itu. Gadis itu tersenyum manis sambil menelungkupkan kedua tangannya dan menjawab:” Iya, saya sering aja liat mas di kampus. saya Ima, dan ini fitri. Kami dari fisika” Fitri pun tersenyum dan menelungupkan kedua tangannya pada Daffa. ”oh iya...,itu kenalin juga Bayu” Daffa mengenalkan temannya sambil menunjuk Bayu yang duduk di kursi belakang ruangan ini, yang sejak awal tak tertarik dengan percakapan Daffa dan kedua mahasiswi itu. Bayu tersenyum dan mengangguk.

 Gedung Rektorat UGM