Selasa, 22 Januari 2013

Harapan (1)

Sore itu angin kemarau berhembus semilir mengaduk hamparan kelakar daun kering yang berserak penuh di jalanan. Tak jarang daun kering yang baru jatuh dari pohonnya, menerpa tubuhnya yang sedang berjalan pelan menyusuri jalanan itu. Waktu itu memang puncak musim kemarau. Dan jalan ini memang diteduhi oleh rindangnya pohon mahoni  dan sawo belanda yang kini meranggas karena kemarau. Lelaki bertubuh kurus dengan postur tidak begitu tinggi (sekitar 169 cm) ini sesekali tersenyum menikmati pemandangan sore itu. Dia mengenakan tas selendang berwarna coklat, sedikit lusuh dan ditempeli beragam pin. Alisnya yang agak tebal sesekali mengernyit ketika mendengar lagu dari headset mp3 player yang dipakainya melantunkan lagu yang tidak begitu dia sukai. Lalu dengan pelan dia pencet mp3 playernya untuk mengganti lagu berikutnya. Lelaki berambut lurus ini terus berjalan dengan perasaan begitu tenang dan damai melihat kuning keemasan hamparan daun kering yang terterpa tembusan cahaya matahari sore dari celah-celah ranting pepohonan yang begitu indah. Sepatu Airwalk star low berwarna hitam yang dikenakannya berulang kali menyapu dedaunan kering itu, dan menciptakan gemerisik suara yang berpadu syahdu dengan hembusan angin sore itu. Jalan ini memang sepi kendaraan karena memang merupakan jalanan kampus Universitas Gadjah Mungkur  yang tidak dibuka untuk akses umum. Sore itu Daffa menuju kostnya sehabis kuliah  yang cukup melelahkan baginya. Setelah tujuh jam kuliah dengan beragam rumus yang membuat kepalanya jenuh dan hampir meledak, akhirnya dia bisa berelaksasi mendengarkan lagu-lagu ditemani pemandangan sore itu.
Sejenak ia memelankan jalannya, karena terlihat di depannya berjalan anggun seorang perempuan berjilbab panjang  yang sering kali berpapasan dengannya di jalan itu. Sore itu hari jumat, dan selalu Daffa berpapasan dengan gadis itu di hari yang satu ini. Tanpa sadar Daffa tersenyum tipis karena mulai terpesona oleh indahnya wajah bersih perempuan berjilbab itu. Pelan-pelan hatinya mulai mengagumi gadis itu. Terkadang terbersit dihatinya untuk sekedar menyapa dan tersenyum padanya, namun tidak pernah dia lakukan karena terkunci rapat mulut dan merasa kelu lidahnya ketika bertemu dengan gadis itu. Lalu semuanya berlalu, dan dia hanya bisa terrsenyum.
............................

”Pa, hayu ah urang joging di BSP?” Asep teman SMAnya di Bandung  yang kini merantau ke JOgja bersamanya mengajak Daffa setelah membuka pintu kamar kost Daffa dengan kostum olahraga lengkap. ”mhhhhh....,gah ah aku isih ngantuk je...” Daffa menjawab dengan suara parau karena masih berselimut di kasurnya. Dia memang sering menggunakan bahasa jawa karena sudah hampir 3 tahun di Jogja. ”jiah...ayolah...,mumpung masih isuk! Rame iki...,okeh wedoke lho, sambil cuci mataaa,hahaha.” Asep yang bersebelahan kost dengan Daffa mencoba merayu. ”hoaaahhh...,iya iya, ke heula atuh. Ya udah tungguin, aku cuci muka dulu.” Daffa menjawab sambil bangkit dari kasur kesayangannya dan menuju kamar mandi. Tidak tega menolak ajakan teman karibnya yang sudah siap tempur dengan kostum lengkapnya, daffa mengiyakan ajakan Asep. Dia memang sering tidur lagi setelah solat subuh, dan bangun siang pada hari libur kuliah. Hari itu sabtu pagi, dan masih pukul 06:03 WIB. Setelah keduanya siap, mereka berangkat ke BSP berjalan kaki, karena memang tidak terlalu jauh jarak kostnya ke BSP. BSP (Brahma Sabha Pramana) adalah gedung serbaguna (seperti sabuganya ITB) yang digunakan untuk upacara penerimaan maba dan tempat acara  wisuda  mahasiswa UGM. Meski sering pula disewakan  untuk acara mantenan dan acara-acara lainnya. Gedung ini berbentuk JOGLO (rumah tradisional Jogja) dengan warna dominan merah. Apabila dilihat dari depan gerbang bunderan UGM pada saat cuaca cerah, akan terlihat landscape indah kenampakan taman rumput hijau yang diapit jalan dengan ujungnya Gedung BSP, dan ke utara lagi tampak sejajar gunung Merapi yang menawan.  Di depannya BSP, terdapat lapangan yang luas dengan undakan amphiteater menghadap selatan yang sering digunakan muda-mudi sekedar nongkrong atau pacaran, sambil menikmati pemandangan lapangan hijau yang  sering digunakan mahasiswa untuk berolah raga, sekedar jogging, main bola, latihan bela diri, dan kegiatan UKM lainnya. Dan di sekelilngnya terdapat taman dengan jalan-jalan kon blok yang merupakan trek favorit mahasiswa untuk berjogging ria.
sesampainya di BSP, Daffa dan Asep langsung melakukan pemanasan di bawah pohon sawo belanda yang memang cukup banyak menghiasi area ini. Keduanya berada di sebelah barat laut gedung BSP yang merupakan sudut favoritnya untuk pemanasan sebelum jogging di mulai. ”tuh kan rame tha...? tak kandani ok.” Asep berseloroh sambil tersenyum kegirangan.”Lha kon iku tujuane opo tha rek? Adek jogging apa neangan awewe..?! Hadeuuh, parah...” Daffa balik bertanya tanda protes. Terkadang ia juga menggunakan logat jawa timuran karena terpengaruh teman se-jurusannya yang cukup banyak orang  jawa timurnya. ”Lha mboten nopo-nopo tha mas..., kan  menyelam sambil minum air..,hahaha. Hayu ah...!” Asep membela sambil mulai berlari kecil mengajak daffa mulai jogging. Kemudian mereka mulai jogging dan mengitari jalanan di sekitar gedung BSP.  Belum sampai satu putaran, mata Daffa menangkap sesosok perempuan yang tidak asing di depannya, perempuan berjilbab biru dan mengenakan jaket sporty putih dengan strip hitam dilengannya dan bawahan training biru langit, sedang berlari kecil berlawanan arah dengannya. Dia terlihat cantik dengan balutan busana agak berbeda dari biasanya, namun masih menutup sempurna auratnya. Daffa hanya bisa menganga terpana karena perempuan itu adalah orang yang sering dia jumpai di jalan itu. Perempuan yang setiap jumat sore berpapasan dengannya sepulang kuliah. Dia mulai tersenyum tipis dan hatinya terasa lapang, karena sebenarnya dia sudah berharap hal ini terjadi. Hal dimana dia bisa kebetulan bertemu dengan perempuan berjilbab dan berwajah jernih ini di BSP. ”woi!!! Kenapa ai kamu? Jogging kok sambil melamun..,hahaha” Asep menghentak menyadarkan kesadaran daffa yang sedikit melayang beberapa detik setelah berpapasan dengan perempuan itu. ”Ah nteu...” Daffa menjawab gelagapan. Di putaran kedua dia menatap perempuan itu sejak masih jauh terlihat di depannya. Ketika semakin mendekat, Daffa semakin tidak bisa melepaskan pandangannya dari makhluk cantik itu. Dan ketika jaraknya hanya 10 langkah darinya, perempuan itu melihat daffa, dan bertemulah kedua mata mereka. Perempuan itu menyadari Daffa menatapnya tanpa rela sedikit pun berpaling dari keindahan paras ciptaan yang Maha Sempurna itu. Perempuan itu tersenyum manis padanya dan sedikit mengangukan kepalanya pada Daffa. Daffa dengan kikuk membalas senyum dan anggukan itu. Hatinya mengembang, lalu terasa ingin meledak, namun ia merasa sangat lapang untuk bernapas. Kakinya mulai memelan mengayun, lalu terasa setiap sendinya terberai tak beraturan kesana kemari dan berasa seperti ingin berlutut. Lalu ia seperti di beri semangat luar biasa untuk berlari, dan mulai berlari mengejar Asep yang sudah berada jauh di depannya. Hatinya seperti mendapat harapan berarti yang tersimpan jauh di sudut hatinya. Dia begitu bahagia karena akhirnya perempuan itu mengenalinya, karena seringnya berpapasan dengannya di jalan itu. Di jalan yang dipenuhi kelakar daun kering.  

Gambar GSP UGM
.............................

2 komentar:

  1. saya tyerkesan bait kedua :) :) :) sekedar komentar

    BalasHapus
  2. woke..thanks lin, saya juga sudah mebaca sajak-sajak tersembunyimu...Keren,puitis dari kata2 yang tak biasa.Jenaka dan sarat makna. Khas kowe banget pokonya.hahaha

    BalasHapus